Latar Belakang
Keinginan untuk berkumpul,
bergaul, mencari dan mencarikan teman, bernostalgi sesuai dengan citra dan
budaya Indonesia, inilah yang mendorong pasutri( pasangan suami-istri)
Bp.Widjojo Atmoko dan Ibu Patricia Suryanti untuk membuat suatu wadah sebagai
realisasi dari keinginan itu. Sesuai dengan latar belakang pendidikan pasutri
itu, terjadilah suatu kegiatan yang bersifat rohani yaitu: “Misa dalam
bahasa Indonesia”.
Gagasan ini timbul pada tahun
1985., ketika mereka berkunjung disuatu keluarga di Den Haag, Nederland. Dan
keluarga itu mengajak mereka untuk ikut mengahadiri misa dalam bahasa Indonesia
di kapel Una Sancta. Misa diselenggarakan oleh KKI (Keluarga Katolik Indonesia)
Den Haag. Dari sinilah timbul pertanyaan “Mungkinkah diselanggarakan di
Antwerpen, Belgia?”.
Tahun 1992 mereka mengunjungi seorang romo di Nijmegen, Nederland,
kenalan mereka yang pernah kerja di Indonesia. Secara kebetulan mereka juga
ketemu Romo B.J. Slutter, CM yang juga tinggal di Studiehuis St.Vincentius a
Paulo Nijmegen dimana dia sampai sekarang masih tinggal disana. Romo B.J.
Slutter CM adalah kenalan lama Ibu Patricia sejak di Kediri ketika beliau
menjadi pastor paroki disana.
Pertemuan dengan Romo Slutter CM sangat menggembirakan pasutri itu., sebab
mereka berdua sedang sibuk membuat VZW besama teman dari Filipina dan untuk itu
membutuhkan moderator.
Tanggal 11 Maret 1992
lahirlah paguyuban “Filindo ” (Filipina –Indonesia) dan Romo B.J Slutter sebagai
moderatornya. Dan sempat mengadakan 2 kali malam-dana untuk Rumah Anak Cacat
Ganda “Bhakti Asih” di Semarang. Yang pertama bulan September 1992 dan yang
kedua September 1993.
Tahun 1993 mereka
berdua berkenalan dengan PERKI ( Perkumpulan umat Kristen Indonesia ) di
Brussel. yang menyelenggarakan kebaktian ekumene tiap bulan sekali yang dipimpin
oleh pendeta ( kadang juga oleh pastor). Pernah Romo Slutter diminta untuk
memimpinnya.
Angan2 yang terpendam sejak tahun 1985 tiba2 muncul kembali. Kemudian mereka
berdua memberanikan diri untuk meminta pada Romo Slutter apakah dia sanggup
membantu mengadakan “Misa Indonesia” di Antwerpen. Dia menyanggupinya.
Mulailah pasutri itu membuat rencana. Pada waktu itu mereka berdua juga belum
tahu berapa jumlah orang Indonesia yang beragama Katolik. Yang meraka tahu hanya
terbatas pada kenalan mereka yang berjumlah tidak banyak. Maka dari itu mereka
berdua membuat pancingan. Pesta imamat Romo Slutter yang ke 45th dirayakan di
Antwerpen dengan mengundang semua kenalan Romo Slutter dari Nederland, ditambah
dengan kenalan2 mereka berdua.
Tanggal 29 Augustus 1993
Misa Indonesia pertama di Antwerpen .Peristiwa ini dapat tanggapan positif
dari para hadirin dan teman, dan alangkah baiknya kalau diadakan tiap bulan kata
mereka.
Tahun 1994 mulailah Misa Indonesia di Antwerpen, tapi belum bisa membuat
jadwal yang tetap berhubung dengan tempat dan waktu yang harus disediakan oleh
Romo Slutter berhubung Romo Slutter masih punya tugas di Nijmegen yang tidak
bisa ditinggal begitu saja.
Tahun 1995 tersusunlah jadwal Misa Indonesia. Sebulan sekali pada minggu
ke III dari bulan di parokizaal “Vesper” dari paroki Olv.Heilige Hart.
Dan paguyuban ini diberi nama KK03 (Keluarga Katolik 03). Bilangan 03
adalah bilangan yang diambil dari kode telpon zone regional Antwerpen.
KKI-Antwerpen.(
Keluarga Katolik Indonesia-Antwerpen )
Di Nederland sendiri paguyuban semacam ini sudah menjalar kemana-mana. Antara
lain Amsterdam, Den-Haag, Utrecht., Delft, Venlo,Helmond, Echt, Rotterdam.
Mereka (KKI-NL) mengajak KK03 berkerjasama dan memakai nama kesatuan KKI
(Keluaga Katolik Indonesia). Kata “Indonesia” disini lebih ditekankan pada
citra, rasa dan budaya Indonesia pada umumnya.
Tahun 1995 KK03 menemukan Romo Henderyck, CICM, sebab pada waktu itu Romo
Slutter tidak bisa hadir karena sakit. Dan atas petunjuk dari Fam.Hendro Gunawan
KK03 mencari Romo Henderyck sampai ketemu. Pada waktu itu Romo Henderyck sudah
20 tahun meninggalkan Indonesia. Dan sejak itu bahasa Indonesianya tidak pernah
dipakai lagi. Maka dari itu kata “selamat siang” yang diucapkan oleh Ibu
Patricia lewat tilpun membuat Romo Henderyck hening sejenak. Seperti dalam
mimpi.
Atas permintaan SekBer (Sekretariat bersama KKI-NL) pada tanggal 5 Oktober 1996
KK03 menjadi tuan rumah pertemuan “ Api Iman” yang dihadiri oleh 150 orang,
anggota KKI-NL & Antwerpen.
Setelah pertemuan Api Iman, Bp.Widjojo dan Ibu Patricia memutuskan untuk
membubarkan paguyuban ini berhubung beberapa alasan yang memberatkan mereka.
Antara lain bahwa mereka berdua tidak sanggup lagi untuk mengurusi semuanya
sendirian. Tapi maksud ini tidak disetujui oleh beberapa keluarga.
Tanggal 20 Oktober 1996 diadakan rapat umum pembubaran KK03 & sekaligus
pembentukkan paguyuban baru dangan nama KKI-Antwerpen ( Kaluarga Katolik
Indonesia Antwerpen) serta badan pengurusnya.